Sabtu, 02 Februari 2013

MACAM-MACAM LEAD



Lead adalah bagian penting dari suatu berita. Letaknya di bagian paling atas, setelah judul dan dateline (bila dia berita hard news).

Banyak pilihan lead; sebagian untuk menyentak pembaca, sebagian untuk menggelitik rasa ingin tahu pembaca, dan yang lain untuk mengaduk imajinasi pembaca. Dan masih ada yang lain, yaitu lead untuk memberi tahu pembaca tentang cerita yang bersangkutan secara ringkas. Penulis jarang menyadari pentingnya memilih lead dengan cermat.

Berbagai jenis lead :

Lead ringkasan
Lead ini sama dengan yang dipakai dalam penulisan "berita keras". Yang ditulis hanya inti ceritanya, dan kemudian terserah pembaca apakah masih cukup berminat untuk mengikuti kelanjutannya.

Lead yang bercerita.
Lead ini, yang digemari penulis fiksi (novel atau cerita pendek), menarik pembaca dan membenamkannya. Tekniknya adalah menciptakan satu suasana dan membiarkan pembaca menjadi tokoh utama, entah dengan cara membuat kekosongan yang kemudian secara mental akan diisi oleh pembaca, atau dengan membiarkan pembaca mengidentifikasikan diri di tengah-tengah kejadian yang berlangsung.

Hasilnya, berupa teknik seperti yang dibuat dalam film yang baik. Apakah Anda pernah merasa haus ketika menyaksikan seorang pahlawan (film) kehausan di tengah padang pasir? Apakah Anda gemetar di tempat duduk Anda menyaksikan film horor?

Lead semacam ini sangat efektif untuk cerita petualangan. Misalkan seorang wartawan yang melaporkan suasana di sudut sebuah rumah di Bosnia Herzegovina yang lagi dilanda perang saudara.

* Kami makan anggur kematian, dan anggur itu lezat. Berair, biru kehitaman, manis dan asam. Mereka menggantungkan setandan anggur masak di beranda belakang rumah milik muslim yang istrinya belum lama tewas oleh bom orang Serbia. Ini senja di Bosnia, langit sama biru tuanya dengan anggur-anggur itu. (TEMPO, 27 Maret 1993, "Potret Berdarah dari Dalam").

Lead deskriptif.
Lead deskriptif bisa menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang suatu tokoh atau tempat kejadian. Lead ini cocok untuk menulis profil pribadi.

Lead yang bercerita meletakkan pembaca di tengah adegan atau kejadian dalam cerita, sedangkan lead deskriptif menempatkan pembaca beberapa meter di luarnya, dalam posisi menonton, mendengar, dan mencium baunya.

* Wajah Syaiful Rozi bin Kahar samasekali tak mengesankan bahwa ia seorang bajak laut. Ia berpembawaan halus, sopan, dan ramah (TEMPO, 28 Agustus 1993, "Perompak yang Halus dan Ramah").

Atau sebuah lead deskriptif bisa menampilkan tokohnya dalam perwatakan yang menarik, dengan cara menggambarkan sebuah latar (dekor) yang tepat.

* Bola mata Juani berkaca-kaca ketika mengintip kemenakannya, Soleka, yang sedang mandi sore itu. Dari balik pagar sumur yang jarang, ia melihat kain basahan Soleka sering tersibak (TEMPO, 2 Januari 1993, "Kasmaran Maut di Sarang Elang").

Lead kutipan.
Kutipan yang dalam dan ringkas bisa membuat lead menarik, terutama bila yang dikutip orang yang terkenal. Kutipan harus bisa memberikan tinjauan ke dalam watak si pembicara.

* "Tangkap hidup atau mati." (TEMPO, 29 Januari 1994, "Hidup atau Mati: Gendut Dicari").

Lead pertanyaan.
Lead ini efektif bila berhasil menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca. Dalam banyak hal, lead ini cuma taktik. Penulis yang menggunakan lead ini tahu bahwa ada pembaca yang sudah tahu jawabannya, ada yang belum. Yang ingin ditimbulkan oleh lead ini rasa ingin tahu pembaca: yang belum tahu, mestinya terus ingin membacanya; sedangkan yang sudah tahu dibuat ragu-ragu apakah pengetahuannya cocok dengan informasi penulis.

Banyak penulis enggan memakai lead ini karena pembaca serinq dibuat kesal oleh jebakannya. Biasanya lead bercerita atau deskriptif lebih disukai.
* Berapa gaji Presiden Soeharto sekarang? (TEMPO, 23 Januari 1993, Presiden Naik, DPR Naik).

Lead menuding langsung.
Bila penulis berkomunikasi langsung dengan pembaca, ini disebut lead menunjuk langsung. Ciri-ciri lead ini adalah ditemukannya kata "Anda" yang disisipkan pada paragraf pertama atau di tempat lain.

Keuntungannya jelas. Pembaca -- kadang-kadang tidak secara sukarela -- menjadi bagian cerita. Penyusunan kata-katanya melibatkan Anda secara pribadi dalam cerita itu.
* Bila Anda punya nama "kodian", harap hati-hati. Salah-salah Anda kena cekal, tak boleh ke luar negeri (TEMPO, 30 Januari 1993, "Gara-gara Nama Sama".)

Lead penggoda.
Lead penggoda ini adalah cara untuk "mengelabui" pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca seluruh cerita.

Lead jenis ini biasanya pendek dan ringan. Umumnya dipakai teka-teki, dan biasanya hanya memberikan sedikit, atau sama sekali tidak, tanda-tanda bagaimana cerita selanjutnya.

* Angka yang ditunggu-tunggu itu keluar juga: sekitar 50. (TEMPO, 4 Januari 1992, "Angka Misterius Santa Cruz".)

Cara lain menampilkan lead jenis ini, mengiming-imingkan (memamerkan) potongan fakta di depan hidung pembaca supaya terpancing untuk terus membaca:
* Pendatang baru itu tampak misterius dan agak menakutkan. Namanya memang bagus, Chlamydia pneumoniae, tapi wataknya merepotkan para peneliti (TEMPO, 19 Februari 1994, "Chlamydia yang Mempersulit Diagnosa").

Pembaca yang tak tahu apa atau siapa nama itu, tentunya bisa punya asosiasi macam-macam membaca lead itu: apakah itu seseorang, atau benda, atau apa. Barulah di kalimat-kalimat berikutnya diceritakan yang sebenarnya: "Itulah kuman penyebab penyakit radang paru-paru, yang tidak tergolong jenis bakteri, tapi juga bukan virus. Para ahli mengatakan, kuman itu membawa sebagian sifat bakteri, sebagian lagi sifat virus."

Pembaca yang sudah tahu tentang kuman itu pun diharapkan tetap ingin membaca artikel ini, karena diiming-iming dengan kata "misterius" dan "menakutkan". Benarkah si Chlamydia itu semisterius dan semenakutkan sebagaimana ia ketahui, atau kurang dari itu, atau lebih menakutkan?

Lead nyentrik.
Hijau sayuran
Putihlah susu
Naik harga makanan
Ke langit biru
Reporter yang imajinatif -- meskipun tidak puitis -- bisa mencoba lead seperti ini pada saat menulis cerita tentang kenaikan harga. Lead ini memikat dan informatif. Gayanya yang khas dan tak kenal kompromi itu bisa menarik pembaca, hingga ceritanya bisa laku.

Lead ini paling ekstrem dalam bertingkah. Tapi kekurangajarannya bisa menggaet pembaca, bila reporter bisa mengikuti langkah pertamanya itu dengan cerita yang lincah dan hidup. Tapi nada lead ini susah dijaga sepanjang keseluruhan cerita.

Beberapa koran enggan memakai lead ini. Memang ada bahayanya. Wartawan hidup dalam dunia kata-kata. Lead nyentrik membuka peluang wartawan untuk mengobral permainan kata hingga memualkan. Hanya kebijaksanaan yang tegas yang bisa mencegah banjirnya permainan kata itu.

Lead nyentrik bisa juga hanya melukiskan suara bunyi-bunyian. Misalkan: "Tak dududuktak. Duk." (TEMPO, 5 Januari 1985, "Mereka Bergerak, Selebihnya Silakan Lihat.")

Lead gabungan.
Di surat kabar sering ditemukan lead yang merupakan gabungan dari dua atau tiga lead, dengan mengambil unsur terbaik dari masing-masing lead.
Lead kutipan sering digabungkan dengan lead deskriptif.
* "Bukan salahku bahwa aku belum mati sekarang," kata Fidel Castro dengan senyum lucu (TEMPO, 7 Mei 1994, "Castro, Revolusioner yang Belum Pensiun").

Lead penggoda bisa digabung dengan lead kutipan.

MENULIS LEAD
Sekali reporter memilih lead dan memilih pendekatan dasarnya, ia menghadapi problem memilih kombinasi kata-kata.

Bagaimanapun imajinatif dan menariknya gagasannya untuk satu lead yang bagus, ia masih bisa tergelincir dalam merenggut perhatian pembaca bila kombinasi kata-katanya payah.

Misalnya:
* Setiap pagi, sekitar pukul 07.30, ketika matahari masih bersinar merah di Percut, sebuah kota pantai 22 kilometer dari Medan, Hotman Sinaga, 32 tahun, memulai pekerjaannya sebagai penyadap tuak. Ia kayuh sepedanya menuju kebun kelapa....(TEMPO, 11 Juni 1994, "Ketika Minuman Keras Melekat Bersama Tradisi").

Lead tersebut terlalu panjang, tapi untunglah susunan kata-katanya bagus. Ide yang sama bisa ditulis lebih jelek oleh reporter yang kurang mampu :

Pagi-pagi, lebih kurang pukul 07.30. pagi, ketika matahari terlihat bersinar merah di Percut, yakni sebuah kota pantai yang terletak lebih kurang 22 kilometer dari Medan, seorang penyadap tuak bernama Hotman Sinaga, 32 tahun, mulai bekerja sebagai penyadap tuak....

Bandingkanlah kedua lead itu. Idenya sama. Hal yang dibicarakan juga sama. Tapi yang pertama lebih efektif dan ringkas, sedangkan yang kedua banyak kata bisa dihilangkan tanpa mengubah gambaran yang ingin disampaikan.

CARA MEMBUAT FEATURE NEWS

Ada beberapa jenis berita. Yang paling pendek disebut straight news, yaitu berita singkat padat yang langsung mengabarkan inti berita, tapi tetap mengandung unsur 5-W 1-H [who (siapa), what (apa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa), how (bagaimana)].

Jika berita tersebut sangat penting untuk segera diketahui oleh publik disebut stop press, sedangkan jika ditayangkan di layar televisi atau melalui corong radio disebut breaking news – karena disiarkan sebagai selingan mendadak di sela-sela acara yang sedang berlangsung.

Contoh : Mantan Presiden Soeharto telah wafat pada hari ini, 27 Januari 2008 jam 11:00 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dalam usia 87 tahun, setelah dirawat selama beberapa hari karena sakit usia tua. Jenasahnya kini disemayamkan di rumah duka Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat, dan segera akan diterbangkan ke Solo untuk dikebumikan di makam keluarga Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah (disiarkan pada tanggal 27 Januari 2008 jam 11:05).

Selain harus mengandung unsur 5-W 1-H, penyusunan struktur sebuah berita lazim mengikuti apa yang disebut metode “piramida terbalik.”
Maksudnya, yang pertama-tama ditulis ialah :  Inti berita yang penting, kemudian data yang agak penting, lalu yang setengah penting dan akhirnya data pelengkap yang kurang penting.

Walaupun singkat padat, susunan straight news tetap harus mengikuti metode “piramida terbalik.”  Pada contoh di muka, yang paling penting ialah wafatnya mantan Presiden Soeharto,
Sedangkan makam keluarga Astana Giri Bangun merupakan data pelengkap.
Meskipun pada contoh stop press tersebut, wafatnya mantan Presiden Soeharto dianggap sebagai fakta yang penting. Oleh karena itu ditulis di awal berita.

Unsur paling penting dari sebuah news (berita) ialah when (kapan). Mendengar berita tentang wafatnya Pak Harto, orang biasanya kontan akan bertanya, “Kapan?” Dengan demikian, contoh berita tersebut bisa ditulis sebagai berikut: Hari ini, 27 Januari 2008 jam 11:00 WIB, mantan Presiden Soeharto telah wafat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dalam usia 87 tahun, setelah dirawat selama beberapa hari karena sakit usia tua. Dan seterusnya.

Unsur when menjadi sangat penting, sebab tanpa unsur yang menyebutkan waktu, sebuah peristiwa atau kejadian tidak dapat disebut sebagai berita. Bahkan, berita mengenai apapun wajib mempunyai “cantolan” atau “gantungan”, mengapa atau atas dasar apa sebuah peristiwa atau kejadian ditulis menjadi berita. Yang dimaksud dengan “cantolan” atau “gantungan” itu lazim disebut sebagai news peg.

Tidaklah mungkin kita ujug-ujug menulis berita atau artikel mengenai pemerintahan yang represif atau mengenai mega korupsi, misalnya, tanpa news peg berupa wafatnya Pak Harto. Selain karena adanya news peg, sebuah kasus menjadi penting diberitakan karena memang layak ditulis sebagai berita. Kelayakan itu berkaitan dengan magnitude (bobot) beritanya yang cukup besar.

Bobot berita wafatnya Pak Harto sangat besar, dibanding bobot meninggalnya camat Pondokgede, misalnya. Bobot berita korupsi Tommy Soeharto yang milyaran sangat besar dibanding korupsi yang dilakukan seorang guru SMP Negeri di Kecamatan Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang hanya sekitar lima jutaan rupiah.

Tommy bukan saja anak mantan presiden, kasus korupsinya juga sangat besar, sementara pak guru SMP selain tidak terkenal, bukan public figure, ia melakukan korupsi karena terpaksa, gara-gara gajinya tidak mencukupi. Wafatnya Pak Harto dan kasus korupsi Tommy Soeharto sangat layak diberitakan, karena selain mereka adalah public figure, kasusnya menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga bernilai “sangat penting”. Sebuah kasus perlu juga diberitakan, antara lain karena kejadiannya aneh, langka, atau unik.

Dalam hal ini berlakulah kredo sejarawan Inggris, Charles A. Dana, yang pada 1882 mengatakan, When a dog bites a man, that is not a news. But when a man bites a dog, that is a news
(Jika anjing menggigit orang, itu bukan berita. Tapi jika orang menggigit anjing, barulah itu berita). Maksudnya tentu saja bukanlah semata-mata faktor “menggigit”, melainkan faktor unicum, keunikan atau keistimewaan dalam suatu berita.

Contoh, kasus Sumanto yang makan daging mayat, seorang ayah yang membantai isteri dan anak-anaknya, seorang legislator yang selingkuh dengan selebriti, dan sebagainya.

Ada kriteria lain mengapa sebuah kasus diberitakan. Sesuai dengan keinginan tahu (curiousity) seseorang, pers biasanya memberitakan kejadian buruk ketimbang peristiwa yang baik-baik.

Rumah tangga artis yang sakinah dan mawaddah (bahagia penuh kasih sayang) dianggap biasa-biasa saja, sedangkan konflik dalam rumah tangga seorang artis terkenal sehingga mereka bercerai, atau bangkrutnya seorang pengusaha terkenal, biasanya dianggap lebih menarik untuk diberitakan.

Nah, berita buruk seperti itu biasnya dianggap lebih menarik, sehingga berlakulah teori – yang sesungguhnya tidak selalu tepat: a bad news is a good news (berita buruk adalah berita baik). Pengertian good news di sini bukan berarti “berita baik” melainkan berita yang (biasanya) diminati oleh kebanyakan publik.

Padahal, rumah tangga bahagia seorang artis, atau sukses bisnis seorang tokoh, bisa ditulis sebagai success story, kisah sukses seseorang, yang jika ditulis dengan baik juga menarik untuk dibaca. Kelayakan sebuah berita juga ditentukan oleh akurasi datanya. Tingkat akurasi (ketelitian, kecermatan, kebenaran data) menentukan tingkat profesionalitas.

Seorang wartawan yang menulis berita tidak akurat, bisa dinilai tidak profesional. Bahkan seorang wartawan yang tidak tepat dalam penggunaan bahasa Indonesia, juga bisa dinilai tidak profesional. Selain itu, berita yang baik haruslah berimbang, tidak berat sebelah. Dua pendapat yang saling bertentangan, dua-duanya harus dimuat secara adil.

            Istilah mengenai asas ini disebut cover both sides atau both sides coverage. Kembali pada straight news. Sebagai follow up lebih lanjut dari straight news tersebut, para wartawan menulis berita yang lebih panjang, karena straight news tentulah belum lengkap, dan hanya merupakan dasar dari sebuah berita yang lebih panjang dan lengkap.

Beberapa data yang lazim dianggap sebagai pelengkap, misalnya, jenis penyakit Pak Harto (dengan mewawancarai para dokter kepresidenan), siapa saja yang melayat di rumah sakit dan acara tahlil di rumah duka (dengan melakukan reportase), bagaimana rencana pemberangkatan jenazah dan upacara pemakaman (dengan mewawancarai keluarga Cendana dan reportase di Astana Giri Bangun), dan sebagainya.

Wafatnya Pak Harto jelas merupakan berita sangat penting, berita besar, big news. Oleh karena itu para redaktur cepat-cepat memberikan assignment (penugasan) kepada para reporter untuk menulis berita yang lebih lengkap. Bahkan beberapa artikel yang berkaitan dengan Pak Harto, dan perannya selama menjadi presiden (lengkap dengan foto dokumentasi yang diperlukan) sudah dipersiapkan, begitu Pak Harto dirawat karena sakit keras.

Misalnya, pemerintahan Pak Harto yang represif, kasus korupsi bersama kroni-kroninya, dan sebagainya. Begitu Pak Harto wafat, artikel seperti itu sudah pressklaar, siap cetak.

Ada jenis berita lain yang disebut feature atau news feature, yaitu tulisan panjang, lengkap, komprehensif, berimbang, dengan kasus yang magnitude-nya cukup besar, tapi lebih mementingkan unsur why dan how. Yaitu “mengapa” atau sebab musabab sampai peristiwa itu terjadi, dan “bagaimana” proses terjadinya peristiwa tersebut. Selain itu, sebuah feature hendaknya ditulis dengan gaya bertutur, deskriptif, sedemikian rupa sehingga susunan kata dan kalimatnya mampu menggambarkan atau melukiskan suatu profil atau peristiwa tertentu.

Oleh karena itu, feature sesungguhnya sebuah “cerita”, tapi bukan cerita mengenai fiksi melainkan mengenai fakta. A feature is a story about facts, not about fiction (feature ialah cerita tentang fakta, bukan tentang fiksi).
 
Sedangkan karya tulis tentang fiksi disebut novel, cerita pendek. Sampai di sini kita diingatkan pada sebuah asas atau dalil klasik dalam dunia jurnalisme, yaitu mengenai fakta dan opini. Menurut dalil klasik tersebut, sebuah berita harus hanya memuat fakta tanpa mengikut sertakan opini, hanya memuat peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan sesungguhnya (facts), tanpa pendapat, komentar, ulasan atau tafsir (opinion) si wartawan.

Dengan demikian diharapkan berita itu dapat tampil secara obyektif, seperti apa adanya, tanpa bumbu-bumbu lain, meskipun ditulis dengan deskripsi (penggambaran) yang persis setepat-tepatnya.. Setelah memahami sedikit banyak tentang beberapa persyaratan berita yang harus kita ketahui,  maka sampailah kita pada pertanyaan, “bagaimana menulis feature (yang baik)?”

Sebelum menulis, pertama-tama pilihlah kasus yang (sangat) menarik, yang menyangkut kepentingan banyak orang (publik), yang prestisius untuk ditulis. Seorang wartawan atau penulis yang baik dan berpengalaman biasanya memiliki nose of news (daya cium, daya endus berita), yang akan selalu bisa terasah jika ia memiliki ”jam terbang” cukup tinggi. Tapi, nose of news selalu bisa dilatih.

Setelah menemukan obyek, kasus atau item tulisan, pikirkanlah apa kira-kira angle-nya. Yang dimaksud dengan angle ialah ”sudut pandang”, apa kira-kira masalah yang sangat penting dan relevan dari kasus tersebut. Untuk menentukan angle biasanya cukup sulit, sehingga diperlukan pemikiran, perenungan, bahkan diskusi dengan kawan-kawan.

Sekedar contoh kasus, misalnya, TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah Bantargebang, Bekasi, yang sampahnya sempat menggunung lalu roboh dan menewaskan pemulung. Yang juga menarik, misalnya, banjir yang setiap tahun menggenangi Jakarta, yang disebabkan oleh penataan kota yang tidak disiplin, peruntukan lahan yang ngawur. Atau tentang Tanahabang Bongkaran, Jakarta Pusat, sebagai miniatur Indonesia.

Di sana ada preman, pedagang kecil, pegawai negeri, pelacur. Pokoknya berbagai profesi dan etnis yang berbaur dalam kawasan kumuh sejak puluhan tahun.
Kasus lain, Soetan Takdir Alisjahbana (STA) sebagai pendidik dan ”pemimpi” yang mengidam-idamkan pendidikan bermutu, sebagai pelopor dan pembina Bahasa Indonesia yang tak kenal lelah.

Setelah cukup mantap dengan salah satu kasus tersebut, carilah kaitannya dengan news peg. Yang dimaksud dengan news peg ialah ”gantungan cerita”, mengapa kita menulis feature mengenai sesuatu yang kita yakini sangat menarik minat pembaca.

Mengapa menulis tentang banjir yang menenggelamkan Jakarta? Karena ada news peg musim hujan di bulan Desember. Kita menerbitkannya di awal bulan Desember, sesuai dengan news peg-nya, tapi pengerjaannya bisa dilakukan sejak dua atau tiga bulan sebelumnya.

Mengapa kita menulis mengenai STA? Karena akan kita terbitkan pas pada hari ulang tahun STA, atau HUT Universitas Nasional, atau HUT terbitnya majalah Poedjangga Baroe. Dan seterusnya. Setelah kita menemukan news peg, telitilah apakah kasus yang akan kita tulis tersebut memenuhi kriteria sebagai item yang sangat terkait dengan kepentingan publik dan magnitude-nya besar.

Contoh-contoh yang kita paparkan di muka cukup memenuhi kriteria. Setelah itu, susunlah outline (kerangka tulisan), meliputi lead, body text, ending. Seorang penulis yang baik selalu membiasakan diri terlebih dahulu menyusun outline.

Di kalangan para wartawan TEMPO di tahun 1980 dulu, dikenal semacam credo: “Mau selamat? Bikinlah outline!” Tapi ingat, cara menyusun outline tidak gampang. Diperlukan latihan tersendiri.

Kemudian (inilah tugas yang cukup berat) kuasailah segenap bahan dengan selengkap dan seakurat mungkin. Lakukan reportase yang mendalam (indeph reporting), wawancara beberapa narasumber yang relevan, riset berbagai bahan, check and recheck.

Lakukan pula verifikasi dengan mempertimbangkan both sides coverage. Lakukan semua itu dengan sepenuh semangat dan gairah, tanpa lelah, tanpa bosan, karena proses pengumpulan bahan itu mungkin akan berlangsung sampai berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Namun, ketika kita tengah “berbelanja” bahan-bahan di lapangan, bisa jadi outline akan berubah. Dalam hal ini, yang sangat penting harus dilakukan ialah indeph reporting (reportase mendalam), ialah reportase dan wawancara dari berbagai aspek, sehingga mampu menggambarkan kasus, masalah, atau sosok yang akan kita tulis.

Langkah berikut ini lebih sulit lagi, yaitu langkah menulis — yang harus setia dengan outline, meskipun ada kemungkinan outline bisa berubah di tengah jalan. Mula-mula, tulislah lead yang bagus. Lead adalah kalimat pertama sebagai pembuka, yang harus menarik (baik bahasa maupun materinya) agar supaya pembaca tertarik untuk terus membaca. Dan itulah fungsi lead yang sebenarnya.

 Selanjutnya melangkah ke body text, yang hendaknya ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar (tapi populer), deskriptif (bertutur, berkisah), dengan alur cerita yang setia pada outline, dan tetap selalu memperhatikan ”gerak pendulum” sehingga tulisan tetap terfokus pada angle.

Pendulum ialah bandul yang menggantung pada seutas tali. Pendulum selalu bergerak dari arah kiri ke arah kanan, berganti-ganti, dan pasti selalu melewati bagian tengah yang searah dengan lurusnya tali tempat pendulum bergantung. Itulah yang dimaksud dengan “gerak pendulum.”

Artinya, biarpun sang pendulum bergerak ke kanan atau ke kiri, pasti selalu kembali ke tengah, searah dengan tali gantungan pendulum. Pendulum melambangkan perkembangan cerita yang ditulis dalam sebuah feature, sedangkan tali penggantung melambangkan angle.

Jika seluruh bahan cerita sudah ditulis dalam body text, tibalah saatnya kita menulis ending, akhir dari sebuah tulisan. Ending bisa berupa kesimpulan, bisa pula suatu kejadian lucu (atau tragis dramatis), yang setidak-tidaknya bisa dianggap sebagai suatu kesimpulan. Atau bisa pula berupa persoalan atau pertanyaan yang mengambang, yang tidak perlu dijawab. Sebagaimana lead ada yang menarik dan tidak, ending juga ada yang menarik dan tidak.

Tentu saja kita harus memilih yang menarik. Untuk menulis lead dan ending yang menarik, memang dibutuhkan latihan dan “jam terbang” sebagai penulis yang cukup lama.

Bagaimana feature yang bagus?

Sebuah feature yang bagus ialah yang lengkap, komprehensif, akurat, dengan verifikasi yang memadai. Lebih hebat lagi jika feature tersebut merupakan hasil reportase investigasi (investigative reporting), sebuah tulisan yang exclusive (sangat khas, lain dari yang lain) dan ditulis dengan gaya literary journalism, jurnalisme literair.

Apakah itu investigative reporting, karya jurnalisme yang exclusive, dan gaya literary journalism? Ketiga-tiganya – sebagai tingkat lebih lanjut dari penulisan feature — merupakan pembahasan dalam sebuah diskusi tersendiri.